Runtuhnya Majapahit

Majapahit adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor. Yang wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera sampai Papua. Bahkan, Malaka yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah kerajaan Majapahit. Bagaimana bisa kerajaan sekaliber Majapahit bisa runtuh?

ARTIKEL INI HANYA SEKEDAR MENGUNGKAP FAKTA MASA LALU YANG SEBENARNYA, SEBAGAI BAHAN RENUNGAN KITA SEMUA AGAR TIDAK TERULANG LAGI.

Oleh : Damar Shashangka.


Majapahit adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor. Yang wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera sampai Papua. Bahkan, Malaka yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah kerajaan Majapahit.

Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh Raden Wijaya yang lantas setelah dikukuhkan sebagai Raja beliau bergelar Shrii Kertarajasha Jayawardhana. Eksistensi Majapahit sangat disegani diseluruh dunia. Diwilayah Asia, hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di Asia ini, pada abad XI, hanya ada dua Kerajaan besar, Tiongkok dan Majapahit.

Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna Merah dan Putih. Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari ibu. Lambang nasionalisme sejati. Lambang kecintaan pada bhumi pertiwi. Karma Bhumi. Dan pada jamannya, bangsa kita pernah menjadi Negara adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang. Pusat pemerintahan ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa Timur. Pelabuhan Internasional- nya waktu itu adalah Gresik.

Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiva dan Buddha. Dua agama besar ini dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga kemudian muncul istilah agama Shiva Buddha. Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan Deva Shiva, Avatara Brahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini terkenal dengan nama pohon Maja, dan rasanya memang pahit.

Maja yang pahit ini adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva, dan nama dari pohon suci ini dijadikan nama kebesaran dari sebuah Emperor di Jawa. Dalam bahasa sanskerta, Majapahit juga dikenal dengan nama Vilvatikta (Wilwatikta)

  • Vilva : Pohon Maja,
  • Tikta : Pahit

Sehingga, selain Majapahit (baca : Mojopait) orang Jawa juga mengenal Kerajaan besar ini dengan nama Wilwatikta.  (Wilwotikto)

Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada jaman pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (1328-1350 M). Dan mencapai jaman keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat Nusantara. Benar-benar jaman yang gilang gemilang!

Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Pare-greg (1401-1406 M). Peperangan ini terjadi karena Kadipaten Blambangan hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan. Blambangan yang diperintah oleh Bhre Wirabhumi berhasil ditaklukkan oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri yang membelot ke Majapahit, yaitu Raden Gajah. (Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet)

  • Kebo                : Bangsawan,
  • Marcuet          : Kecewa.

Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran.

  • Jaka                 : Perjaka,
  • Umbaran         : Pengembara.

Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Adipati Blambangan dengan nama Minak Jingga.

  • Minak             : Bangsawan,
  • Jingga              : Penuh Keinginan.

Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri.

Namun, sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Ratu Suhita, Malahan Raden Gajah yang kini hendak melepaskan diri dari pusat pemerintahan karena merasa diingkari janjinya. Dan tampillah Raden Paramesywara, yang berhasil memadamkan pemberontakan Raden Gajah. Pada akhirnya, Raden Paramesywara diangkat sebagai suami oleh Ratu Suhita.

Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damar Wulan. Ratu Suhita tak lain adalah Kencana Wungu.

  • Kencana          : Mutiara,
  • Wungu             : Pucat pasi, ketakutan.

Dan Raden Paramesywara adalah Damar Wulan.

  • Damar             : Pelita,
  • Wulan             : Sang Rembulan.

Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453 Masehi, tahta Majapahit dipegang oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal dengan gelar Prabhu Brawijaya (Bhre Wijaya). Pada jaman pemerintahan beliau inilah, Islamisasi mulai merambah wilayah kekuasaan Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan kemudian, mulai masuk menuju ke pusat kerajaan, ke pulau Jawa.

BENARKAH MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA BERLANGSUNG DENGAN JALAN DAMAI?  TIDAKKAH ADA DARAH YANG TERTUMPAH?

ARTIKEL INI HANYA SEKEDAR MENGUNGKAP FAKTA MASA LALU YANG SEBENARNYA, SEBAGAI BAHAN RENUNGAN KITA SEMUA AGAR TIDAK TERULANG LAGI.

Dan kisahnya adalah sebagai berikut :

Diwilayah Kamboja selatan, dulu terdapat Kerajaan kecil yang masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Kerajaan Champa namanya. (Sekarang hanya menjadi perkampungan Champa). Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja Champa memeluk agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama Islam datang dari Samarqand, Bukhara. (Sekarang didaerah Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim As-Samarqand. Selain berpindah agama, Raja Champa bahkan mengambil Syeh Ibrahim As-Samarqand sebagai menantu.

Raja Champa memiliki dua orang putri.

  • Yang sulung bernama Dewi Candrawulan.
  • Yang bungsu bernama Dewi Anarawati.

Syeh Ibrahim As-Samarqand dinikahkan dengan Dewi Candrawati. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah dua orang putra :

  • Yang sulung bernama Sayyid `Ali Murtadlo
  • Yang bungsu bernama Sayyid `Ali Rahmad.

Karena berkebangsaan Champa (Indo-china), Sayyid `Ali Rahmad juga dikenal dengan nama Bong Swie Hoo. (Nama Champa dari Sayyid `Ali Murtadlo, Raja Champa, Dewi Candrawulan dan Dewi Anarawati, penulis belum mengetahuinya).

Kerajaan Champa dibawah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit yang berpusat di Jawa. Pada waktu itu Majapahit diperintah oleh Raden Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya semenjak tahun 1453 Masehi. Beliau didampingi oleh adiknya Raden Purwawisesha sebagai Mahapatih. Pada tahun 1466, Raden Purwawisesha mengundurkan diri dari jabatannya, dan sebagai penggantinya diangkatlah Bhre Pandhansalas. Namun dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1468 Masehi, Bhre Pandhansalas juga mengundurkan diri.

Praktis semenjak tahun 1468 Masehi, Prabhu Brawijaya memerintah Majapahit tanpa didampingi oleh seorang Mahapatih.

Apakah gerangan dalam masa pemerintahan Prabhu Brawijaya terjadi dua kali pengunduran diri dari seorang Mahapatih? Sebabnya tak lain dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya terlalu lunak dengan etnis China dan orang-orang muslim.

Diceritakan, begitu Prabhu Brawijaya naik tahta, Kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri China yang sangat cantik sebagai persembahan kepada Prabhu Brawijaya untuk dinikahi. Ini dimaksudkan sebagai tali penyambung kekerabatan dengan Kekaisaran Tiongkok. Putri ini bernama Tan Eng Kian. Sangat cantik. Tiada bercacat. Karena kecantikannya, setelah Prabhu Brawijaya menikahi putri ini, praktis beliau hampi-hampir melupakan istri-istrinya yang lain. (Prabhu Brawijaya banyak memiliki istri, dari berbagai istri beliau, lahirlah tokoh-tokoh besar)

Ketika putri Tan Eng Kian tengah hamil tua, rombongan dari Kerajaan Champa datang menghadap. Raja Champa sendiri yang datang. Diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam rombongan, Dewi Anarawati. Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi Anarawati sendiri.

Melihat kecantikan putri berdarah indo-china ini, Prabhu Brawijaya terpikat. Dan begitu Dewi Anarawati telah beliau peristri, Tan Eng Kian, putri China yang tengah hamil tua itu, seakan-akan sudah tidak ada lagi di istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini beralih kepada Dewi Anarawati.

Saking tergila-gilanya, manakala Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng Kian disingkirkan dari istana, Prabhu Brawijaya menurutinya. Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China yang malang ini diserahkan kepada Adipati Palembang Arya Damar untuk diperistri. Adipati Arya Damar sesungguhnya juga peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan seorang putri China pula.

Nama China Adipati Arya Damar adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China muslim. Dia masuk Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang, keturunan pengikut Laksamana Cheng Ho yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang. Oleh karena itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam.

Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.

Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya muslim, dia juga diberi nama Hassan. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah!

Dari hasil perkawinan Arya Damar dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra. Diberi nama Kin Shan. Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Adipati Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!

Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati yang muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya. Dia lantas menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian. Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya agar saudara-saudaranya yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah Padepokan, seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.

Mendengar permintaan istri tercintanya ini, Prabhu Brawijaya tak bisa menolak. Namun yang menjadi masalah, siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha? Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi Anarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya, Syeh Ibrahim As-Samarqand yang kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam yang hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya menyetujuinya.

Para Pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik. Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan penting.

Tak kurang-kurang, Sabda Palon dan Nayagenggong, punakawan terdekat Prabhu Brawijaya juga sudah memperingatkan agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun, Prabhu Brawijaya, bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang terdekatnya beliau dengarkan.

Perekonomian Majapahit sudah hampir didominasi oleh etnis China semenjak putri Tan Eng Kian di peristri oleh Prabhu Brawijaya, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan masuknya Dewi Anarawati, orang-orang muslim-pun mendepat kesempatan besar. Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang muslim. Semua masukan bagi Prabhu Brawijaya tersebut, tidak satupun yang diperhatikan secara sungguh-sungguh. Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun, tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.

Hingga pada suatu ketika, manakala ada acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker (Sekarang Ponorogo), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu. Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak. Yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya. Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polah seperti banci. (Sekarang dimainkan oleh wanita tulen). Ditambah satu tokoh yang bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang gila.

Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa sungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa :

  • Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan Majapahit sendiri.
  • Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu.
  • Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati.
  • Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat teras, dan
  • Jathilan adalah symbol dari Pejabat daerah.


Arti sesungguhnya adalah : Kerajaan Majapahit, kini diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh burung Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan banci, sangat memalukan! Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi. Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam!

Kesenian sindiran ini kemudian hari dikenal dengan nama REOG PONOROGO!

Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu, Prabhu Brawijaya murka! Dan Ki Ageng Kutu, bersama para pengikutnya segera meninggalkan Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang dengan Majapahit!

Prabhu Brawijaya mengutus putra selirnya, Raden Bathara Katong untuk memimpin pasukan Majapahit, menggempur Kadipaten Wengker! (Akan diceritakan nanti)

Prabhu Brawijaya, menjanjikan daerah `perdikan’. Daerah perdikan adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya kepada Dewi Anarawati. Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampeldhenta (sekarang didaerah Surabaya) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat pendidikan bagi kaum muslim.

Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui hal ini, maka Dewi Anarawati, atas nama Negara, mengirim utusan ke Champa. Meminta kesediaan Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepokan yang hendak dibangun.

Dan permintaan ini adalah sebuah kabar keberhasilan luar biasa bagi Raja Champa. Misi peng-Islam-an Majapahit sudah diambang mata. Maka berangkatlah Syeh Ibrahim As-Samarqand ke Jawa. Diiringi oleh kedua putranya, Sayyid `Ali Murtadlo dan Sayyid `Ali Rahmad.

Sesampainya di Gresik, pelabuhan Internasional pada waktu itu, mereka disambut oleh masyarakat muslim pesisir yang sudah ada disana sejak jaman Prabhu Hayam Wuruk berkuasa. Masyarakat muslim ini mulai mendiami pesisir utara Jawa semenjak kedatangan Syeh Maulana Malik Ibrahim, yang pada waktu itu memohon menghadap kehadapan Prabhu Hayam Wuruk hanya untuk sekedar meminta beliau agar `pasrah’ memeluk Islam. Tentu saja, permintaan ini ditolak oleh Sang Prabhu Hayam Wuruk pada waktu itu karena dianggap lancang. Namun, beliau sama sekali tidak menjatuhkan hukuman. Beliau dengan hormat mempersilakan rombongan Syeh Maulana Malik Ibrahim agar kembali pulang. Namun sayang, di Gresik, banyak para pengikut Syeh Maulana Malik Ibrahim terkena wabah penyakit yang datang tiba-tiba. Banyak yang meninggal. Salah satunya adalah santriwati Syeh Maulana Malik Ibrahim bernama Syarifah Muda’im binti Maimun. (Sampai sekarang makamnya masih ada). Dan Syeh Maulana Malik Ibrahim akhirnya wafat juga di Gresik, dan lantas dikenal oleh orang-orang Jawa muslim dengan nama Sunan Gresik.

Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik telah datang jauh-jauh hari sebelum ada yang dinamakan Dewan Wali Sangha.

(Sangha = Perkumpulan orang-orang suci. Sangha diambil dari bahasa Sansekerta. Bandingkan dengan doktrin Buddhis mengenai Buddha, Dharma dan Sangha. Kata-kata Wali Sangha lama-lama berubah menjadi Wali Songo yang diartikan Wali Sembilan)

Rombongan dari Champa ini sementara waktu beristirahat di Gresik sebelum meneruskan perjalanan menuju ibukota Negara Majapahit. Sayang, setibanya di Gresik, Syeh Ibrahim As-Samarqand jatuh sakit dan meninggal dunia. Orang Jawa muslim mengenalnya dengan nama Syeh Ibrahim Smorokondi. Makamnya masih ada di Gresik sekarang.

Kabar meninggalnya Syeh Ibrahim As-Samarqand sampai juga di istana. Dewi Anarawati bersedih. Lantas, kedua putra Syeh Ibrahim As-Samarqand dipanggil menghadap. Atas usul Dewi Anarawati, Sayyid `Ali Rahmad diangkat sebagai pengganti ayahnya sebagai Guru dari sebuah Padepokan Islam yang hendak didirikan.

Bahkan, Sayyid `Ali Rahmad dan Sayyid `Ali Murtadlo mendapat gelar kebangsawanan Majapahit, yaitu Rahadyan atau Raden. Jadilah mereka dikenal dengan nama Raden Rahmad dan Raden Murtolo (Orang Jawa tidak bisa mengucapkan huruf `dlo’. Huruf `dlo’ berubah menjadi `lo’. Seperti Ridlo, jadi Rilo, Ramadlan jadi Ramelan, Riyadloh jadi Riyalat, dll).

Namun lama kelamaan, Raden Murtolo dikenal dengan nama Raden Santri, makamnya juga ada di Gresik sekarang.

Raden Rahmad, disokong pendanaan dari Majapahit, membangun pusat pendidikan Islam pertama di Jawa. Para muslim pesisir datang membantu. Tak berapa lama, berdirilah Padepokan Ampeldhenta. Istilah Padepokan lama-lama berubah menjadi Pesantren untuk membedakannya dengan Ashrama pendidikan Agama Shiva dan Agama Buddha. Lantas dikemudian hari, Raden Rahmad dikenal dengan nama Sunan Ampel.

Raden Santri, mengembara ke Bima, menyebarkan Islam disana, hingga ketika sudah tua, ia kembali ke Jawa dan meniggal di Gresik.

Para pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah memperingatkan Prabhu Brawijaya. Sebab sudah terdengar kabar dimana-mana, kaum baru ini adalah kaum missioner. Kaum yang punya misi tertentu. Malaka sudah berubah menjadi Kadipaten Islam, Pasai juga, Palembang juga, dan kini gerakan itu sudah semakin dekat dengan pusat kerajaan.

Semua telah memperingatkan Sang Prabhu. Tak ketinggalan pula Sabda Palon dan Naya Genggong. Namun, bagaikan berlalunya angin, Prabhu Brawijaya tetap tidak mendengarkannya. Raja Majapahit yang ditakuti ini, kini bagaikan harimau yang takluk dibawah kangkangan burung Merak, Dewi Anarawati.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Ki Ageng Kutu dari Wengker dulu.

Berdirinya Giri Kedhaton

Blambangan (Sekarang Banyuwangi), sekitar tahun 1450 Masehi terkena wabah penyakit. Hal ini dikarenakan ketidaksadaran masyarakatnya yang kurang mampu menjaga kebersihan lingkungan. Blambangan diperintah oleh Adipati Menak Sembuyu, didampingi Patih Bajul Sengara.

Wabah penyakit itu masuk juga ke istana Kadipaten. Putri Sang Adipati, Dewi Sekardhadhu, jatuh sakit. Ditengah wabah yang melanda, datanglah seorang ulama dari Samudera Pasai (Sekarang Aceh), yang masih berkerabat dekat dengan Syeh Ibrahim As-Samarqand, bernama Syeh Maulana Ishaq. Dia ahli pengobatan. Mendengar Sang Adipati mengadakan sayembara, dia serta merta mengikutinya. Dan berkat keahlian pengobatan yang dia dapat dari Champa, sang putri berangsur-angsur sembuh.

Adipati Menak Sembuyu menepati janji. Sesuai isi sayembara, barangsiapa yang mampu menyembuhkan sang putri, jika lelaki akan dinikahkan jika perempuan akan diangkat sebagai saudara, maka, Syeh Maulana Ishaq dinikahkan dengan Dewi Sekardhadhu.

Namun pada perjalanan waktu selanjutnya, ketegangan mulai timbul. Ini disebabkan, Syeh Maulana Ishaq, mengajak Adipati beserta seluruh keluarga untuk memeluk agama Islam.

Ketegangan ini lama-lama berbuntut pengusiran Syeh Maulana Ishaq dari Blambangan. Perceraian terjadi. Dan waktu itu, Dewi Sekardhadhu tengah hamil tua. Keputusan untuk menceraikan Dewi Sekardhadhu dengan Syeh Maulana Ishaq ini diambil oleh Sang Adipati karena melihat stabilitas Kadipaten Blambangan yang semula tenang, lama-lama terpecah menjadi dua kubu. Kubu yang mengidolakan Syeh Maulana Ishaq dan kubu yang tetap menolak infiltrasi asing ke wilayah mereka. Kubu pertama tertarik pada ajaran Islam, sedangkan kubu kedua tetap tidak menyetujui masuknya Islam karena terlalu diskriminatif menurut mereka. Antar kerabat jadi terpecah belah, saling curiga dan tegang. Ini yang tidak mereka sukai.

Sepeninggal Syeh Maulana Ishaq, ternyata masalah belum usai. Kubu yang pro ulama Pasai ini, kini menantikan kelahiran putra sang Syeh yang tengah dikandung Dewi Sekardhadhu. Sosok Syeh Maulana Ishaq, kini menjadi laten bagi stabilitas Blambangan. Mendapati situasi ketegangan belum juga bisa diredakan, maka mau tak mau, Adipati Blambangan, dengan sangat terpaksa, memberikan anak Syeh Maulana Ishaq, cucunya sendiri kepada saudagar muslim dari Gresik. Anak itu terlahir laki-laki.

Dalam cerita rakyat dari sumber Islam, konon dikisahkan anak itu dilarung ketengah laut (meniru cerita Nabi Musa) dengan menggunakan peti. Konon ada saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar. Kapal dagangnya tiba-tiba tidak bisa bergerak karena menabrak peti itu. Dan peti itu akhirnya dibawa naik ke geladak oleh anak buah sang saudagar. Isinya ternyata seorang bayi.

Sesungguhnya itu hanya cerita kiasan. Yang terjadi, saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar di Blambangan diperintahkan untuk menghadap ke Kadipaten menjelang mereka hendak balik ke Gresik. Inilah maksudnya kapal tidak bisa bergerak. Para saudagar bertanya-tanya, ada kesalahan apa yang mereka buat sehingga mereka disuruh menghadap ke Kadipaten? Ternyata, di Kadipaten, Adipati Menak Sembuyu, dengan diam-diam telah mengatur pertemuan itu. Sang Adipati memberikan seorang anak bayi, cucunya sendiri, yang lahir dari ayah seorang muslim. Anak itu dititipkan kepada para saudagar anak buah saudagar kaya di Gresik yang bernama Nyi Ageng Pinatih, yang seorang muslim. Adipati Menak Sembuyu tahu telah menitipkan cucunya kepada siapa. Beliau yakin, cucunya akan aman bersama Nyi Ageng Pinatih. Hanya dengan jalan inilah, Blambangan dapat kembali tenang.

Putra Syeh Maulana Ishaq ini, lahir pada tahun 1452 Masehi.

Sekembalinya dari Blambangan, para saudagar ini menghadap kepada majikan mereka, Nyi Ageng Pinatih sembari memberikan oleh-oleh yang sangat berharga. Seorang anak bayi keturunan bangsawan Blambangan. Bahkan dia adalah putra Syeh Maulana Ishaq, sosok yang disegani oleh orang-orang muslim. Nyi Ageng Pinatih tidak berani menolak sebuah anugerah itu. Diambillah bayi itu, dianggap anak sendiri. Karena bayi itu hadir seiring kapal selesai berlayar dari samudera, maka bayi itu dinamakan Jaka Samudera oleh Nyi Ageng Pinatih.

Jaka Samudera dibawa menghadap ke Ampeldhenta menjelang usia tujuh tahun. Dia tinggal disana. Belajar agama dari Sunan Ampel. Sunan Ampel yang tahu siapa Jaka Samudera yang sebenarnya dari Nyi Ageng Pinatih, maka sosok anak ini sangat dia perhatikan dan diistimewakan. Sunan Ampel menganggapnya anak sendiri.

Sunan Ampel, dari hasil perkawinannya dengan kakak kandung Adipati Tuban Arya Teja, memiliki delapan putra dan putri.

  1. Makdum Ibrahim (Nama Champa-nya : Bong-Ang : kelak terkenal dengan sebutan Sunan Benang. Lama-lama pengucapannya berubah menjadi Sunan Bonang).
  2. Abdul Qasim, terkenal kemudian dengan nama Sunan Derajat.
  3. Maulana Ahmad, yang terkenal dengan nama Sunan Lamongan,
  4. Siti Murtasi’ah, kelak dijodohkan dengan Jaka Samudera, yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton (Sunan Giri),
  5. Siti Asyiqah, kelak dijodohkan dengan Raden Patah (Tan Eng Hwat), putra Tan Eng Kian, janda Prabhu Brawijaya yang ada di Palembang itu.

Kekuatan Islam dibangun melalui tali pernikahan. Jaka Samudera, diberi nama lain oleh Sunan Ampel, yaitu Raden Paku. Kelak dia dikenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton.

Dia adalah santri senior. Sunan Ampel bahkan telah mencalonkan, mengkaderkan dia sebagai penggantinya kelak bila sudah meninggal.

Sunan Giri sangat radikal dalam pemahaman keagamannya. Setamat berguru dari Ampeldhenta, dia pulang ke Gresik. Di Gresik, dia menyatukan komunitas muslim disana. Dia mendirikan Pesantren. Terkenal dengan nama Pesantren Giri.

Namun dalam perkembangannya, Pesantren Giri memaklumatkan lepas dari kekuasaan Majapahit yang dia pandang Negara kafir. Pesantren Giri berubah menjadi pusat pemerintahan. Maka dikenal dengan nama Giri Kedhaton. (Kerajaan Giri).

Sunan Giri, mengangkat dirinya sebagi khalifah Islam dengan gelar Prabhu Satmata (Penguasa Bermata Enam. Gelar sindiran kepada Deva Shiva yang cuma bermata tiga).

Mendengar Gresik melepaskan diri dari pusat kekuasan, Prabhu Brawijaya, sebagai Raja Diraja Nusantara yang sah, segera mengirimkan pasukan tempur untuk menjebol Giri Kedhaton. Darah tertumpah. Darah mengalir. Dan akhirnya, Giri Kedhaton bisa ditaklukkan. Kekhalifahan Islam pertama itu tidak berumur lama. Namun kelak, setelah Majapahit hancur oleh serangan Demak Bintara, Giri Kedhaton eksis lagi mulai tahun 1487 Masehi. (Sembilan tahun setelah Majapahit hancur pada tahun 1478 Masehi).

Dari sumber Islam, banyak cerita yang memojokkan pasukan Majapahit. Konon Sunan Giri berhasil mengusir pasukan Majapahit hanya dengan melemparkan sebuah kalam atau penanya. Kalam miliknya ini katanya berubah menjadi lebah-lebah yang menyengat. Sehingga membuat puyeng atau munyeng para prajurid Majapahit. Maka dikatakan, `kalam’ yang bisa membuat `munyeng’ inilah senjata andalan Sunan Giri. Maka dikenal dengan nama `Kalamunyeng’ . Sesungguhnya, ini hanya kiasan belaka. Sunan Giri, melalui tulisan-tulisannya yang mengobarkan semangat ke-Islam-an, mampu mengadakan pemberontakan yang sempat `memusingkan’ Majapahit.

Namun, karena Sunan Ampel meminta pengampunan kepada Prabhu Brawijaya, Sunan Giri tidak mendapat hukuman. Tapi gerak-geriknya, selalu diawasi oleh Pasukan Telik Sandhibaya (Intelijen) Majapahit. Inilah kelemahan Prabhu Brawijaya. Terlalu meremehkan bara api kecil yang sebenarnya bisa membahayakan.

Sabda Palon dan Naya Genggong sudah mengingatkan agar seorang yang bersalah harus mendapatkan sangsi hukuman. Karena itulah kewajiban yang merupakan sebuah janji seorang Raja. Salah satu kewajiban menjalankan janji suci sebagai AGNI atau API, yang harus mengadili siapa saja yang bersalah. Janji ini adalah satu bagian integral dari tujuh janji yang lain, yaitu :

  1. ANGKASHA (Ruang), Raja harus memberikan ruang untuk mendengarkan suara rakyatnya,
  2. VAYU (Angin), Raja harus mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan kepada rakyatnya bagai angin,
  3. AGNI (Api), Raja harus memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada yang bersalah tanpa pandang bulu bagai api yang membakar,
  4. TIRTA (Air), Raja harus mampu menumbuhkan kesejahteraan perekonomian bagi rakyatnya bagaikan air yang mampu menumbuhkan biji-bijian,
  5. PRTIVI (Tanah), Raja harus mampu memberikan tempat yang aman bagi rakyatnya, menampung semuanya, tanpa ada diskriminasi, bagaikan tanah yang mau menampung semua manusia,
  6. SURYA (Matahari), Raja harus mampu memberikan jaminan keamanan kepada seluruh rakyat tanpa pandang bulu seperti Matahari yang memberikan kehidupan kepada mayapada,
  7. CHANDRA (Bulan), Raja harus mampu mengangkat rakyatnya dari keterbelakangan, dari kebodohan, dari kegelapan, bagaikan sang rembulan yang menyinari kegelapan dimalam hari, dan yang terakhir adalah
  8. KARTIKA (Bintang), Raja harus mampu memberikan aturan-aturan hukum yang jelas, kepastian hukum bagi rakyat demi kesejahteraan, kemanusiaan, keadilan, bagaikan bintang gemintang yang mampu menunjukkan arah mata angin dengan pasti dikala malam menjalang. Inilah DELAPAN JANJI RAJA yang disebut ASTHAVRATA (Jawa : Astobroto).

Dan menurut Sabda Palon dan Naya Genggong, Prabhu Brawijaya telah lalai menjalankan janji sucinya sebagai AGNI.

Mendapati kondisi memanas seperti itu, Sunan Ampel mengeluarkan sebuah fatwa, Haram hukumnya menyerang Majapahit, karena bagaimanapun juga Prabhu Brawijaya adalah Imam yang wajib dipatuhi. Setelah keluar fatwa dari pemimpin Islam se-Jawa, konflik mulai mereda.

Namun bagaimanapun juga, dikalangan orang-orang Islam diam-diam terbagi menjadi dua kubu. Yaitu :

  1. Kubu yang mencita-citakan berdirinya Kekhalifahan Islam Jawa. Kubu ini dipelopori oleh Sunan Giri. Kubu ini mengklaim, bahwa golongan mereka memeluk Islam secara kaffah, secara bulat-bulat, maka pantas disebut PUTIHAN (Kaum Putih). Dan mereka menyebut kubu yang dipimpin Sunan Kalijaga sebagai ABANGAN (Kaum Merah).
  2. Kubu yang tidak menginginkan berdirinya Kekhalifahan itu. Kubu ini dipelopori oleh Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban Arya Teja, keponakan Sunan Ampel. Kubu kedua ini berpendapat, dalam naungan Kerajaan Majapahit, yang notabene Shiva Buddha, ummat Islam diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah agamanya. Bahkan, syari’at Islam pun boleh dijalankan didaerah-daerah tertentu.

Bibit perpecahan didalam orang-orang Islam sendiri mulai muncul. Hal ini hanya bagaikan api dalam sekam ketika Sunan Ampel masih hidup. Kelak, ketika Majapahit berhasil dijebol oleh para militant Islam dan ketika Sunan Ampel sudah wafat, kedua kubu ini terlibat pertikaian frontal yang berdarah-darah (Yang paling parah dan memakan banyak korban, sampai-sampai para investor dari Portugis melarikan diri ke Malaka dan menceritakan di Jawa tengah terjadi situasi chaos dan anarkhis yang mengerikan, adalah pertikaian antara Arya Penangsang, santri Sunan Kudus, penguasa Jipang Panolan dari kubu Putihan dengan Jaka Tingkir atau Mas Karebet, santri dari Sunan Kalijaga, penguasa Pajang dari kubu Abangan. Nanti akan saya ceritakan).

Berdirinya Ponorogo

Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker, sebenarnya masih keturunan bangsawan Majapahit. Beliau masih keturunan Raden Kudha Merta, ksatria dari Pajajaran yang melarikan diri bersama Raden Cakradhara. Raden Kudha Merta berhasil menikah dengan Shri Gitarja, putri Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit. Sedangkan Raden Cakradhara berhasil menikahi Tribhuwanatunggadewi, kakak kandung Shri Gitarja.

Dari perkawinan antara Raden Cakradhara dengan Tribhuwanatunggadewi inilah lahir Prabhu Hayam Wuruk yang terkenal itu. Sedangkan Raden Kudha Merta, menjadi penguasa daerah Wengker, yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo.

Ki Ageng Kutu adalah keturunan dari Raden Kudha Merta dan Shri Gitarja.

Melihat Majapahit, dibawah pemerintahan Prabhu Brawijaya bagaikan harimau yang kehilangan taringnya, Ki Ageng Kutu, memaklumatkan perang dengan Majapahit.

Prabhu Brawijaya atau Prabhu Kertabhumi menjawab tantangan Ki Ageng Kutu dengan mengirimkan sejumlah pasukan tempur Majapahit dibawah pimpinan Raden Bathara Katong, putra selir beliau.

Peperangan terjadi. Pasukan Majapahit terpukul mundur. Hal ini disebabkan, banyak para prajurid Majapahit yang membelot dari kesatuannya dan memperkuat barisan Wengker. Pasukan yang dipimpin Raden Bathara Katong kocar-kacir.

Raden Bathara Katong yang merasa malu karena telah gagal menjalankan tugas Negara, konon tidak mau pulang ke Majapahit. Dia bertekad, bagaimanapun juga, Wengker harus ditundukkan. Inilah sikap seorang Ksatria sejati.

Ada seorang ulama Islam yang tinggal di Wengker yang mengamati gejolak politik itu. Dia bernama Ki Ageng Mirah. Situasi yang tak menentu seperti itu, dimanfaatkan olehnya. Dia mendengar Raden Bathara Katong tidak pulang ke Majapahit, dia berusaha mencari kebenaran berita itu. Dan usahanya menuai hasil. Dia berhasil menemukan tempat persembunyian Raden Bathara Katong.

Dia menawarkan diri bisa memberikan solusi untuk menundukkan Wengker karena dia sudah lama tinggal disana. Raden Bathara Katong tertarik. Namun diam-diam, Ki Ageng Mirah, menanamkan doktrin ke-Islam-an dibenak Raden Bathara Katong. Jika ini berhasil, setidaknya peng-Islam-an Wengker akan semakin mudah, karena Raden Bathara Katong mempunyai akses langsung dengan militer Majapahit. Jika-pun tidak berhasil membuat Raden Bathara Katong memeluk Islam, setidaknya, kelak dia tidak akan melupakan jasanya telah membantu memberitahukan titik kelemahan Wengker. Dan bila itu terjadi, Ki Ageng Mirah pasti akan menduduki kedudukan yang mempunyai akses luas menyebarkan Islam di Wengker.

Dan ternyata, Raden Bathara Katong tertarik dengan agama baru itu.

Selanjutnya, Ki Ageng Mirah mengatur rencana. Raden Bathara Katong harus pura-pura meminta suaka politik di Wengker. Raden Bathara Katong harus mengatakan untuk memohon perlindungan kepada Ki Ageng Kutu. Dia harus pura-pura membelot dari pihak Majapahit.

Ki Ageng Kutu pasti akan menerima pengabdian Raden Bathara Katong. Ki Ageng Kutu pasti akan senang melihat Raden Bathara Katong telah membelot dan kini berada di fihaknya. Manakala rencana itu sudah berhasil, Raden Bathara Katong harus mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, putri sulung Ki Ageng Kutu sebagai istri. Mengingat status Raden Bathara Katong sebagai seorang putra Raja Majapahit, lamaran itu pasti akan disambut gembira oleh Ki Ageng Kutu..

Dan bila semua rencana berjalan mulus, Raden Bathara Katong harus mampu menebarkan pengaruhnya kepada kerabat Wengker. Dia harus jeli dan teliti mengamati titik kelemahan Wengker. Ni Ken Gendhini, putri Ki Ageng Kutu bisa dimanfaatkan untuk tujuan itu.

Bila semua sudah mulus berjalan, dan bila waktunya sudah tepat, maka Raden Bathara Katong harus sesegera mungkin mengirimkan utusan ke Majapahit untuk meminta pasukan tempur tambahan.

Bila semua berjalan lancar, Wengker pasti jatuh!

Raden Bathara Katong melaksanakan semua rencana yang disusun Ki Ageng Mirah. Dan atas kelihaian Raden Bathara Katong, semua berjalan lancar.

Ki Ageng Kutu, yang merasa masih mempunyai hubungan kekerabatan jauh dengan Raden Bathara Katong, dengan suka rela berkenan memberikan suaka politik kepadanya. Ditambah, ketika Raden Bathara Katong mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, Ki Ageng Kutu serta merta menyetujuinya.

Rencana bergulir. Umpan sudah dimakan. Tinggal menunggu waktu.

Ni Ken Gendhini mempunyai dua orang adik laki-laki :

  1. Sura Menggala. (sampai sekarang menjadi tokoh kebanggaan masyarakat Ponorogo. Dikenal dengan nama Warok Suromenggolo)
  2. Sura Handaka.

Ni Ken Gendhini dan Sura Menggala berhasil masuk pengaruh Raden Bathara Katong, sedangkan Sura Handaka tidak.

Raden Bathara Katong berhasil mengungkap segala seluk-beluk kelemahan Wengker dari Ni Ken Gendhini. Inilah yang diceritakan secara simbolik dengan dicurinya Keris Pusaka Ki Ageng Kutu, yang bernama Keris Kyai Condhong Rawe oleh Ni Ken Gendhini dan kemudian diserahkan kepada Raden Bathara Katong.

Condhong Rawe hanya metafora.

  • Condhong berarti Melintang (Vertikal), dan …
  • Rawe berarti Tegak (Horisontal).

Arti sesungguhnya adalah : kekuatan yang tegak dan melintang dari seluruh pasukan Wengker, telah berhasil diketahui secara cermat oleh Raden Bathara Katong atas bantuan Ni Ken Gendhini. Struktur kekuatan militer ini sudah bisa dibaca dan diketahui semuanya.

Dan manakala waktu sudah dirasa tepat, dengan diam-diam, dikirimkannya utusan kepada Ki Ageng Mirah. Utusan ini menyuruh Ki Ageng Mirah, atas nama Raden Bathara Katong, memohon tambahan pasukan tempur ke Majapahit.

Mendapati kabar Raden Bathara Katong masih hidup, Prabhu Brawijaya segera memenuhi permintaan pengiriman pasukan baru.

Majapahit dan Wengker diadu!

Majapahit dan Wengker tidak menyadari, ada pihak ketiga bermain disana! Ironis sekali.

Peperangan kembali pecah. Ki Ageng Kutu yang benar-benar merasa kecolongan, dengan marah mengamuk dimedan laga bagai bantheng ketaton, bagai banteng yang terluka. Demi Dharma, dia rela menumpahkan darahnya diatas bumi pertiwi. Walau harus lebur menjadi abu, Ki Ageng Kutu, beserta segenap pasukan Wengker, maju terus pantang mundur!

Namun bagaimanapun, seluruh struktur kekuatan Wengker telah diketahui oleh Raden Bathara Katong. Pasukan Wengker, yang terkenal dengan nama Pasukan Warok itu terdesak hebat! Namun, Ki Ageng Kutu beserta seluruh pasukannya telah siap untuk mati. Siap mati habis-habisan! Siap menumpahkan darahnya diatas hamparan pangkuan ibu pertiwi! Dengan gagh berani, pasukan ksatria ini terus merangsak maju, melawan pasukan Majapahit.

Banyak kepala pasukan Majapahit yang menangis melihat mereka harus bertempur dengan saudara sendiri. Banyak yang meneteskan air mata, melihat mayat-mayat prajurid Wengker bergelimpangan bermandikan darah. Dan pada akhirnya, Wengker berhasil dijebol. Wengker berhasil dihancurkan!

Darah menetes! Darah membasahi ibu pertiwi. Darah harum para ksatria sejati yang benar-benar tulus menegakkan Dharma! Alam telah mencatatnya! Alam telah merekamnya!

Kabar kemenangan itu sampai di Majapahit. Namun, Prabhu Brawijaya berkabung mendengar kegagahan pasukan Wengker. Mendengar kegagahan Ki Ageng Kutu. Seluruh Pejabat Majapahit berkabung. Sabda Palon dan Naya Genggong berkabung. Kabar kemenangan itu membuat Majapahit bersedih, bukannya bersuka cita.

Para pejabat Majapahit menagis sedih melihat sesama saudara harus saling menumpahkan darah karena campur tangan pihak ketiga, karena disebabkan adanya pihak ketiga. Ki Ageng Kutu adalah seorang Ksatria yang gagah berani. Ki Ageng Kutu adalah salah satu sendi kekuatan militer Majapahit. Kini, Ki Ageng Kutu harus gugur ditangan pasukan Majapahit sendiri. Betapa tidak memilukan!

Kadipaten Wengker kini dikuasai oleh Raden Bathara Katong. Surat pengukuhan telah diterima dari pusat. Dan Wengker lantas dirubah namanya menjadi Kadipaten Ponorogo. Wengker yang Shiva Buddha, kini telah berhasil menjadi Kadipaten Islam.

Kubu Abangan

Seorang ulama berdarah Majapahit, yang lahir di Kadipaten Tuban, yang sangat dikenal dikalangan masyarakat Jawa yaitu Sunan Kalijaga, mati-matian membendung gerakan militansi Islam. Beliau seringkali mengingatkan, bahwasanya membangun akhlaq lebih penting daripada mendirikan sebuah Negara Islam.

Sunan Kalijaga adalah putra Adipati Tuban, Arya Teja. Adipati Arya Teja adalah keturunan Senopati Agung Majapahit masa lampau, Adipati Arya Ranggalawe yang berhasil memimpin pasukan Majapahit mengalahkan pasukan Tiongkok Mongolia yang hendak menguasai Jawa (Adipati Arya Ranggalawe adalah salah satu tangan kanan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit)

Adipati Arya Teja berhasil di Islamkan oleh Sunan Ampel. Bahkan kakak kandung beliau dinikahi Sunan Ampel. Dari pernikahan Sunan Ampel dengan kakak kandung Adipati Arya Teja, lahirlah Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Lamongan, dan lima putri yang lain (seperti yang telah saya tulis pada bagian pertama).

Para pengikut Sunan Giri yang tidak sepaham dengan para pengikut Sunan Kalijaga, sering terlibat konflik-konflik terselubung. Di pihak Sunan Giri, banyak ulama yang bergabung, seperti Sunan Derajat, Sunan Lamongan, Sunan Majagung (sekarang dikenal dengan Sunan Bejagung), Sunan Ngundung dan putranya Sunan Kudus, dll.

Dipihak Sunan Kalijaga, ada Sunan Murya (sekarang dikenal dengan nama Sunan Muria), Syeh Jangkung, Syeh Siti Jenar, dll.

Sunan Muria

Khusus mengenai Syeh Siti Jenar atau juga disebut Sunan Kajenar, beliau adalah ulama murni yang menekuni spiritualitas. Beliau sangat-sangat tidak menyetujui gerakan kaum Putih yang merencanakan berdirinya Negara Islam Jawa.

Pertikaian ini mencapai puncaknya ketika Syeh Siti Jenar, menyatakan keluar dari Dewan Wali Sangha. Syeh Siti Jenar menyatakan terpisah dari Majelis Ulama Jawa itu. Beliau tidak mengakui lagi Sunan Ampel sebagai seorang Mufti.

Didaerah Cirebon, Syeh Siti Jenar banyak memiliki pengikut.

Manakala menjelang awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat dan kedudukan Mufti digantikan oleh Sunan Giri, keberadaan Syeh Siti Jenar dianggap sangat membahayakan Islam.

Semua dinamika ini, terus diamati oleh intelejen Majapahit. Gerakan-gerakan militansi Islam mulai merebak dipesisir utara Jawa. Mulai Gresik, Tuban, Demak, Cirebon dan Banten. Para pejabat daerah telah mengirimkan laporan kepada Prabhu Brawijaya. Tapi Prabhu Brawijaya tetap yakin, semua masih dibawah kontrol beliau.

Keturunan di Pengging

Pernikahan Dewi Anarawati dengan Prabhu Brawijaya semakin dikukuhkan dengan diangkatnya putri Champa ini sebagai permaisuri. Keputusan yang sangat luar biasa ini menuai protes. Kesuksesan besar bagi Dewi Anarawati membuat para pejabat Majapahit resah. Bisa dilihat jelas disini, bila kelak Prabhu Brawijaya wafat, maka yang akan menggantikannya sudah pasti putra dari seorang permaisuri. Dan sang permaisuri beragama Islam. Dapat dipastikan, Majapahit akan berubah menjadi Negara Islam.

Dari luar Istana, Sunan Giri menyusun strategi memperkuat barisan militansi Islam. Dari dalam Istana, Dewi Anarawati mempersiapkan rencana yang brilian. Jika Sunan Giri gagal merebut Majapahit dengan cara pemberontakan, dari dalam istana, Majapahit sudah pasti bisa dikuasai oleh Dewi Anarawati. Bila rencana pertama gagal, rencana kedua masih bisa berjalan.

Tapi ternyata, apa yang diharapkan Dewi Anarawati menuai hambatan. Dari hasil perkawinannya dengan Prabhu Brawijaya, lahirlah tiga orang anak :

  1. Yang sulung seorang putri, dinikahkan dengan Adipati Handayaningrat IV, penguasa Kadipaten Pengging (sekitar daerah Solo, sekarang Jawa Tengah),
  2. Putra kedua bernama Raden Lembu Peteng, berkuasa di Madura, dan
  3. Yang ketiga Raden Gugur, masih kecil dan tinggal di Istana. (Kelak, Raden Gugur inilah yang terkenal dengan julukan Sunan Lawu, dipercaya sebagai penguasa mistik Gunung Lawu, yang terletak didaerah Magetan, hingga sekarang.)

Hambatan yang dituai Dewi Anarawati adalah, putri sulungnya tidak tertarik memeluk Islam, begitu juga dengan Raden Gugur. Hanya Raden Lembu Peteng yang mau memeluk Islam.

Dari pernikahan putri sulung Dewi Anarawati dengan Adipati Handayaningrat IV, lahirlah dua orang putra :

  1. Kebo Kanigara, dan …
  2. Kebo Kenanga.

Keduanya juga tidak tertarik memeluk Islam. Si sulung bahkan pergi meninggalkan kemewahan Kadipaten dan menjadi seorang pertapa di Gunung Merapi (sekarang didaerah Jogjakarta). Sampai sekarang, petilasan bekas pertapaan beliau masih ada dan berubah menjadi sebuah makam yang seringkali diziarahi.

Otomatis, yang kelak menggantikan Adipati Handayaningrat IV sebagai Adipati Pengging, bahkan juga jika Prabhu Brawijaya mangkat, tak lain adalah adik Kebo Kanigara, yaitu Kebo Kenanga. Kelak, dia akan mendapat limpahan tahta Pengging maupun Majapahit! Inilah pewaris sah tahta Majapahit. Kebo Kenanga lantas dikenal dengan nama Ki Ageng Pengging.

Ki Ageng Pengging sangat akrab dengan Syeh Siti Jenar. Keduanya, yang satu beragama Shiva Buddha dan yang satu beragama Islam, sama-sama tertarik mendalami spiritual murni. Mereka berdua seringkali berdiskusi tentang KEBENARAN SEDJATI. Dan hasilnya, tidak ada perbedaan diantara Shiva Buddha dan Islam.

Namun kedekatan mereka ini disalah artikan oleh ulama-ulama radikal yang masih melihat kulit, masih melihat perbedaan. Syeh Siti Jenar dituduh mendekati Ki Ageng Pengging untuk mencari dukungan kekuatan. Dan konyolnya, Ki Ageng Pengging dikatakan sebagai murid Syeh Siti Jenar yang hendak melakukan pemberontakan ke Demak Bintara. Padahal Ki Ageng Pengging tidak tertarik dengan tahta.

Walaupun sesungguhnya, memang benar bahwa beliau lah yang lebih berhak menjadi Raja Majapahit kelak ketika Majapahit berhasil dihancurkan oleh Raden Patah Dan juga, Ki Ageng Pengging bukanlah seorang muslim. Beliau dengan Syeh Siti Jenar hanyalah seorang ‘sahabat spiritual’. Hubungan seperti ini, tidak akan bisa dimengerti oleh mereka yang berpandangan dangkal. Ki Ageng Pengging dan Syeh Siti Jenar adalah seorang spiritualis sejati. Kelak, setelah Majapahit berhasil dihancurkan para militant Islam, dua orang sahabat ini menjadi target utama untuk dimusnahkan. Baik Syeh Siti Jenar maupun Ki Ageng Pengging gugur karena korban kepicikan.

Dan, nama Ki Ageng Pengging dan Syeh Siti Jenar dibuat hitam. Sampai sekarang, nama keduanya masih terus dihakimi sebagai dua orang yang sesat dikalangan Islam. Namun bagaimanapun juga, keharuman nama keduanya tetap terjaga dikisi-kisi hati tersembunyi masyarakat Jawa, walaupun tidak ada yang berani menyatakan kekagumannya secara terang-terangan. Sungguh IRONIS!

Dari Ki Ageng Pengging inilah, lahir seorang tokoh terkenal di Jawa. Yaitu Mas Karebet atau Jaka Tingkir. Dan kelak menjadi Sultan Pajang setelah Demak hancur dengan gelar Sultan Adiwijaya.

Keturunan di Tarub

Dikisahkan secara vulgar, suatu ketika Prabhu Brawijaya terserang penyakit Rajasinga atau syphilis. Para Tabib Istana sudah bekerja keras berusaha menyembuhkan beliau, tapi penyakit beliau tetap membandel.

Atas inisiatif beliau sendiri, setiap malam beliau tidur di areal Pura Keraton. Memohon kepada Mahadewa agar diberi kesembuhan. Dan konon, setelah beberapa malam beliau memohon, suatu malam, beliau mendapat petunjuk sangat jelas.

Dalam keheningan meditasinya, lamat-lamat beliau ‘mendengar’ suara …

“Jika engkau ingin sembuh, nikahilah seorang pelayan wanita berdarah Wandhan. Dan, inilah kali terakhir engkau boleh menikah lagi.”

Mendapat ‘wisik’ yang sangat jelas seperti itu, Prabhu Brawijaya termangu-mangu. Dan beliau teringat, di Istana ada beberapa pelayan Istana yang berasal dari daerah Wandhan (Bandha Niera, didaerah Sulawesi).

Keesokan harinya, beliau memanggil para pelayan istana dari daerah Wandhan. Beliau memilih yang paling cantik. Ada seorang pelayan dari Wandhan, bernama Dewi Bondrit Cemara, sangat cantik. Diambillah dia sebagai istri selir. Dikemudian hari, Dewi Bondrit Cemara dikenal dengan nama Dewi Wandhan Kuning.

Begitu menikahi Dewi Wandhan Kuning, dan setelah melakukan senggama beberapa kali, penyakit Sang Prabhu berangsur-angsur sembuh.

Namun Sang Prabhu merasa perkawinannya dengan Dewi Wandhan Kuning harus dirahasiakan. Karena apabila kabar ini terdengar sampai ke daerah Wandhan, pasti para bangsawan Sulawesi merasa terhina oleh sebab Sang Prabhu bukannya mengambil salah seorang putri bangsawan Wandhan, tapi malah mengambil seorang pelayan.

Dewi Wandhan Kuning mengandung, hingga akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki, putra ini lantas dititipkan kepada Kepala Urusan Sawah Istana, Ki Juru Tani. (Waktu itu, Istana memiliki areal pesawahan khusus yang hasilnya untuk dikonsumsi oleh seluruh kerabat Istana.)

Anak ini diberi nama Raden Bondhan Kejawen (Bondhan perubahan dari kata Wandhan. Kejawen berarti yang telah berdarah Jawa)

Raden Bondhan Kejawen dibesarkan oleh Ki Juru Tani. Dan manakala sudah berangsur dewasa, atas perintah Sang Prabhu, Raden Bondhan Kejawen dikirimkan kepada Ki Ageng Tarub, seorang Pandhita Shiva yang memiliki Ashrama di daerah Tarub (sekitar Purwodadi, Jawa Tengah sekarang)

Jika anda pernah mendengar legenda Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan, maka inilah dia. Jaka Tarub yang konon mencuri selendang bidadari Dewi Nawangwulan dan lantas ditinggal oleh sang bidadari setelah sekian lama menjadi istri beliau karena ketahuan bahwa yang menyembunyikan selendang itu adalah Jaka Tarub sendiri. (penulis tidak akan membedah simbolisasi legenda ini disini, karena tidak sesuai dengan topic yang penulis bahas).

Jaka Tarub inilah yang lantas dikenal dengan nama Ki Ageng Tarub. Menginjak dewasa, Raden Bondhan Kejawen dinikahkan dengan Dewi Nawangsih, putri tunggal Ki Ageng Tarub. Dan kelak Raden Bondhan Kejawen bergelar Ki Ageng Tarub II.

Dari hasil perkawinan Raden Bondhan Kejawen dengan Dewi Nawangsih, lahirlah Raden Getas Pandhawa. Dari Raden Getas Pandhawa, lahirlah Ki Ageng Sela yang hidup sejaman dengan Sultan Trenggana, Sultan Demak ketiga. Ki Ageng Sela inilah tokoh yang konon bisa memegang petir sehingga menggegerkan seluruh Kesultanan Demak (simbolisasi lagi, kapan-kapan penulis ulas).

Sampai sekarang nama Ki Ageng Sela terkenal di tengah masyarakat Jawa. Ki Ageng Sela inilah keturunan Tarub yang mulai beralih memeluk Islam. Beliau berguru kepada Sunan Kalijaga. Perpindahan agama ini berjalan dengan damai. Nama Islam beliau adalah Ki Ageng Abdul Rahman.

Dari Ki Ageng Sela, lahirlah Ki Ageng Mangenis Sela. Dari Ki Ageng Mangenis Sela, lahirlah Ki Ageng Pamanahan. Dan dari Ki Ageng Pamanahan lahirlah Panembahan Senopati Ing Ngalaga, tokoh terkenal pendiri dinasti Mataram Islam dikemudian hari. (Panembahan Senopati Ing Ngalaga Mataram inilah leluhur Para Sultan Kasultanan Jogjakarta, Para Sunan Kasunanan Surakarta (Solo), Pakualaman dan Mangkunegaran sekarang)

Peng-Islam-an keturunan Raden Bondhan Kejawen, berlangsung dengan damai.

Raden Patah

Ingat putri China Tan Eng Kian yang dinikahi Adipati Arya Damar di Palembang?

Dari hasil pernikahan dengan Prabhu Brawijaya, Tan Eng Kian memiliki seorang putra bernama Tan Eng Hwat. Dikenal juga dengan nama muslim Raden Hassan. Dari perkawinan Tan Eng Kian dengan Arya Damar sendiri, lahirlah seorang putra bernama Kin Shan, dikenal dengan nama muslim Raden Hussein.

Sejak kecil, Raden Hassan dan Raden Hussein dididik secara Islam oleh ayahnya Arya Damar. Menjelang dewasa, Raden Hassan memohon ijin kepada ibunya untuk pergi ke Jawa. Dia berkeinginan untuk bertemu dengan ayah kandungnya, Prabhu Brawijaya.

Tan Eng Kian tidak bisa menghalangi keinginan putranya. Dari Palembang, Raden Hassan bertolak ke Jawa. Sampailah ia di pelabuhan Gresik yang ramai. Melihat keadaan Gresik yang hiruk-pikuk, Raden Hassan kagum. Dia bisa membayangkan bagaimana besarnya kekuasaan Majapahit. Menilik di Gresik banyak orang muslim, Raden Hassan tertarik.

Dan dengar-dengar, ada Pesantren besar disana. Pesantren Giri. Raden Hassan memutuskan untuk bertandang ke Giri. Bertemulah dia dengan Sunan Giri. Sunan Giri senang melihat kedatangan Raden Hassan setelah mengetahui dia adalah putra Prabhu Brawijaya yang lahir di Palembang. Sunan Giri seketika melihat sebuah peluang besar.

Di Giri, Raden Hassan memperdalam ke-Islaman-nya. Disana, Raden Hassan mulai tertarik dengan ide-ide ke-Khalifah-an Islam. Dan militansi Raden Hassan mulai terbentuk. Ada kesepakatan pemahaman antara Raden Hassan dengan Sunan Giri.

Dari Sunan Giri, Raden Hassan memperoleh ide untuk meminta daerah otonomi khusus kepada ayahnya, Prabhu Brawijaya. Bila disetujui, hendaknya Raden Patah memilih daerah di pesisir Jawa bagian tengah. Jika itu terwujud, keberadaan daerah otonomi didaerah pesisir utara Jawa bagian tengah, akan menjadi penghubung pergerakan militant Islam dari Jawa Timur dan Jawa Barat di Cirebon.

Cirebon, kini tumbuh pesat sebagai pusat kegiatan Islam dibawah pimpinan Pangeran Cakrabhuwana, putra kandung Prabhu Siliwangi, Raja Pajajaran. (Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah belum datang dari Mesir ke Cirebon. Dia datang pada tahun 1475 Masehi. Pada bagian selanjutnya akan saya ceritakan)

Setelah dirasa cukup, Raden Hassan melanjutkan perjalanan ke Pesantren Ampel dengan diiringi beberapa santri Sunan Giri. Disana dia disambut suka cita oleh Sunan Ampel. Disana, dia diberi nama baru oleh Sunan Ampel, yaitu Raden Abdul Fattah yang lantas dikenal masyarakat Jawa dengan nama Raden Patah.

Selesai bertandang di Ampel, Raden Hassan yang kini dikenal dengan nama Raden Patah melanjutkan perjalanan ke ibu kota Negara Majapahit. Dia yang semula hanya berniat untuk bertemu dengan ayahnya, sekarang dia telah membawa misi tertentu.

Betapa suka cita Prabhu Brawijaya mendapati putra kandungnya telah tumbuh dewasa. Dan manakala, Raden Patah memohon anugerah untuk diberikan daerah otonom, Prabhu Brawijaya mengabulkannya. Raden Patah meminta daerah pesisir utara Jawa bagian tengah. Dia memilih daerah yang dikenal dengan nama Glagah Wangi.

Prabhu Brawijaya menyetujui permintaan Raden Patah. Dia mendanai segala keperluan untuk membangun daerah baru. Raden Patah, dengan disokong tenaga dan dana dari Majapahit, berangkat ke Jawa Tengah. Di daerah pesisir utara, didaerah yang dipenuhi tumbuhan pohon Glagah, dia membentuk pusat pemerintahan Kadipaten baru. Begitu pusat Kadipaten dibentuk, dinamailah tempat itu Demak Bintara. Dan Raden Patah, dikukuhkan oleh Sang Prabhu Brawijaya sebagai penguasa wilayah otonom Islam baru disana.

Demak Bintara berkembang pesat. Selain menjadi pusat kegiatan politik, Demak Bintara juga menjadi pusat kegiatan keagamaan. Demak Bintara menjadi jembatan penghubung antara barat dan timur pesisir utara Jawa.

Dipesisir utara Jawa, gerakan-gerakan militant Islam mulai menguat. Sayang, fenomena itu tetap dipandang sepele oleh Prabhu Brawijaya. Beliau tetap yakin, dominasi Majapahit masih mampu mengontrol semuanya. Padahal para pejabat daerah yang dekat dengan pesisir utara sudah melaporkan adanya kegiatan-kegiatan yang mencurigakan. Pasukan Telik Sandhibaya telah memberikan laporan serius tentang adanya kegiatan yang patut dicurigai akan mengancam kedaulatan Majapahit.

Tak lama berselang, Raden Hussein, putra Tan Eng Kian dengan Arya Damar, menyusul ke Majapahit. Dia mengabdikan diri sebagai tentara di Majapahit. Raden Hussein tidak terpengaruh ide-ide pendirian ke-Khalifah-an Islam. Dia diangkat sebagai Adipati didaerah Terung (Sidoarjo, sekarang) dengan gelar, Adipati Pecattandha.

Kebaikan Prabhu Brawijaya sangat besar sebenarnya. Tapi kebaikan yang tidak disertai kebijaksanaan bukanlah kebaikan. Dan hal ini pasti akan menuai masalah dikemudian hari. Bibit-bibit itu mulai muncul, tinggal menunggu waktu untuk pecah kepermukaan.

Dan Prabhu Brawijaya tidak akan pernah menyangkanya.

Mendekati detik-detik pemberontakan

Demak Bintara berkembang pesat. Tempat ini dirasa strategis untuk pengembangan militansi Islam karena letaknya agak jauh dari pusat kekuasaan. Di Demak Bintara, para ulama-ulama Putihan sering mengadakan pertemuan. Jadilah Demak Bintara dikenal sebagai Kota Seribu Wali.

Ditambah pada tahun 1475 Masehi, seorang ulama berdarah Mesir-Sunda datang dari Mesir. Dia adalah Syarif Hidayatullah. Dia datang bersama ibunya Syarifah Muda’im. Syarifah Muda’im adalah putri Pajajaran. Putri dari Prabhu Silihwangi penguasa Kerajaan Pejajaran. (Hanya Kerajaan ini yang tidak masuk wilayah Majapahit. Walau kecil, Pajajaran terkenal kuat. Anda bisa membayangkan adanya Timor Leste sekarang. Seperti itulah keadaan Majapahit dan Pajajaran.).

Nama asli Syarifah Muda’im adalah Dewi Rara Santang. Dia bersama kakaknya Pangeran Walangsungsang, tertarik mempelajari Islam. Ketika berada di Makkah, Dewi Rara Santang dipinang oleh bangsawan Mesir, Syarif Abdullah. Menikahlah Dewi Rara Santang dengan bangsawan ini. Dan namanya berganti Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini, lahirlah Syarif Hidayatullah.

Pangeran Walang Sungsang, mendirikan daerah hunian baru di pesisir utara Jawa barat. Dikenal kemudian dengan nama Tegal Alang-Alang. Lantas berubah menjadi Caruban. Berubah lagi menjadi Caruban Larang. Pada akhirnya, dikenal dengan nama Cirebon sampai sekarang.

Pangeran Walang Sungsang, dikenal kemudian dengan nama Pangeran Cakrabhuwana. Oleh ayahandanya, Prabhu Silihwangi diberikan gelar kehormatan Shri Manggana.

Syarif Hidayatullah, keponakan Pangeran Cakrabhuwana lantas dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat. Sunan Giri terpilih sebagai penggantinya. Pusat Majelis Ulama Jawa kini berpindah ke Giri Kedhaton. Dan, pada waktu inilah tragedi Syeh Siti Jenar terjadi. Syeh Siti Jenar dipanggil ke Giri Kedhaton dan disidang oleh Dewan Wali Sangha dibawah pimpinan Sunan Giri. Walau tidak mengakui keberadaan Majelis Ulama Jawa, beliau tetap hadir. Beliau dituduh telah menyebarkan aliran sesat. Adapula yang menuduh sebagai antek-antek Syi’ah. Ada juga yang mengatakan beliau ahli sihir, dan lain sebagainya. (Akan penulis buat catatan tersendiri tentang beliau).

Pada sidang pertama para ulama yang tergabung dalam Dewan Wali Sangha tidak bisa menemukan kesalahan Syeh Siti Jenar. Sehingga, beliau lantas dibebaskan dari segala tuduhan. Namun bagaimanapun juga, Syeh Siti Jenar adalah duri didalam daging bagi mereka. Maka sejak saat itu, kesalahan-kesalahan beliau senantiasa dicari-cari.

Konsentrasi Dewan Wali Sangha terpecah pada rencana perebutan kekuasaan. Melalui serangkaian musyawarah yang pelik, maka disimpulkan, kekuatan militansi Islam sudah cukup siap untuk mengadakan perebutan kekuasaan. Raden Patah, Adipati Demak Bintara, terpilih secara mutlak sebagai pemimpin gerakan.

Kubu Abangan, tidak menghadiri musyawarah ini. Apalagi semenjak Dewan Wali Sangha atau Majelis Ulama Jawa dipegang Sunan Giri, hubungan kubu Putihan dan kubu Abangan kian meruncing.

Sunan Kalijaga dan para pengikutnya hanya mau membantu Dewan Wali Sangha merampungkan pembangunan Masjid Demak. Selebihnya, mereka tidak ikut campur.

Persiapan sudah matang. Tinggal memilih hari yang ditentukan. Pasukan Telik Sandhibaya (Intelejen) Majapahit mengendus rencana ini. Prabhu Brawijaya mendapat laporan para pasukan Intelejen yang ada disekitar Demak Bintara. Sayangnya, beliau tidak begitu mempercayainya. Selanjutnya, silahkan download cerita selengkapnya DiSINI atau DiSANA (pass: kapurwakan)

Sumber

Kapurwakan

33 Tanggapan to “Runtuhnya Majapahit”

  1. Soetrisno Says:

    Tulisan yang bermanfaat mhn ijin untuk saya bagikan ke yang lain di face book, trims

    Silahkan, semoga bermanfaat. Salam. «Red»

  2. Jimo «Red» Says:

    Wah.. saya bingung nih, gak tau mau komentar apa.. Saya baca dari awal sampe akhir, dengan sangat hati2 dan pelan2 saya baca sampe selesai. Tulisan anda yg terakhir itu lho, bikin saya merinding. Hihihihi…..!! Karena saya memang nangis..!! Di pertengahan cerita pun saya berkali-kali meneteskan air mata..

    (Terimakasih sudah menyempatkan diri. Yang sangat disayangkan lagi, yaitu jika ada generasi muda yang sudah tidak tahu, namun tidak mau pula membaca artikel semacam ini. Sampai kapan tiap generasi akan terus dibodohi? Yang kebanyakan orang ketahui hanyalah sejarah Jawa yang bersumber dari pihak mayoritas, pihak pemenang, yang tampaknya juga TELAH MEWARNAI DAN MEMPENGARUHI KURIKULUM SEJARAH NASIONAL INDONESIA, YANG DIAJARKAN DIBANGKU-BANGKU SEKOLAH. «Red» .)

  3. terima kasih atas artikel nya saya bisa mengerti sejarah dari sisi artikel yang saudara tulis, sebelumnya saya pernah juga membaca sejarah2 yang lain mengenai majapahit juga , dan pernah juga mendengar cerita dari para orang tua, pertanyaanya saya gimana cara untuk mengerti bahwa artikel ini benar adanya ??
    terima kasih.
    Salam..

  4. kristiyanto Says:

    propaganda berkedok cerita!

  5. Saya pernah membaca cerita /versi Jaka Tarub yang lain apakah memang ada banyak Jaka Tarub ?

  6. Tulisan yang sangat bermanfaat mhn ijin untuk saya bagikan ke yang lain di facebook, terima kasih, telah membuka wawasan yg berani dan dapat membuka jati diri bangsa kita.

  7. Tulisan yang luar biasa……bagus sekali, mohon ijin untuk share ke kawan” lain.

  8. bobon (red) Says:

    salahkah jika saya membenci patah….?

    Salah. Karena beliau layak untuk dikasihani. (red).

  9. menarik…. portofolio nusantara…. Semoga Semua Makhluk Berbahagia ! DAMAI DAN SEJAHTERA

  10. mohon ijin artikel ini akan saya gandakan untuk dibagi kepada mereka para pencari kebenaran, ternyata cukup banyak juga yang tertarik.
    terimakasih

  11. Artitayasa IGK Says:

    Setelah membaca tulisan ini tidak salah perkiraan saya sebelumnya sepertinya ada perjalanan sejarah yang tidak ditulis ataupun disampaikan ke setiap anak bangsa sesuai dengan fakta sejarah. Ada fakta sejarah yang ditutup – tutupi untuk kepentingan kelompok tertentu yang tentunya menjadi pembodohan bangsa yang pernah berjaya pada masa lalu. Tidak heran bangsa kita sekarang menjadi bangsa yang rapuh karena dibuat dari pondasi yang penuh dengan pembodohan dan kebohongan sejarah dan sewajarnya bangsa kita menerima karmanya.

    Kepada penulis saya salut kepada anda yang mau mengungkap suatu kebenaran walupun masih dalam tanda kutif dan saya ucapkan terima kasih yang telah memberikan pencerahan sejarah mudah-mudahan tulisan anda ini memang menjadi fakta sejarah sesungguhnya.

    Saya mohon ijin tulisan anda ini saya share untuk teman – teman saya.

    Terima kasih

  12. Artikel ini hanya sekadar mengungkap fakta masalalu yang sebenarnya….

    Salam sehat, Mas Dhamar Shashangka.
    Saya termasuk penyuka sejarah. Menurut saya, dalam sejarah, tidak ada kebenaran yang sesungguhnya. Bahkan, di sana tidak ada fakta yang sesungguhnya. Pararaton, Negarakertagama, Babad Tanah Jawi, dan beberapa serat lain, menurut saya, bukan merupakan fakta sejarah yang sesungguhnya tetapi semata catatan yang antara fakta, imajinasi penulisnya berpadu berbauran. Pararaton, memuji Ken Angrok, Negarakertagama memuji Majapahit atau lebih banyak memotret masa pemerintahan Baginda Prabu Hayam Wuruk, dan Babad Tanah Jawi, memuji dinasti Mataram. Semua memiliki nilai kebenaran masingmasing, setidaknya sesuai citarasa penulisnya, sesuai kebenaran penulisnya.

    Artikel ini sungguh menginspirasi saya. Sedidaknya menjadi secuil renungan, menebalkan pemahaman saya bahwa dalam sejarah penuh dengan tafsir, bahwa sejarah bukanlah matematika. Dalam novelnya Langit Kresna sempat mengingatkan ini: takada kebenaran dalam sejarah. Jika ingin mencari kebenaran, tutup buku sejarah lalu membaca buku filsafat.

    Menurut saya, Tulisan berhuruf balok dalam artikel ini yang menyatakan bahwa ini sekadar mengungkap fakta masalalu yang sebenarnya, terusterang membikin saya berpikir banyak. Benarkah ini fakta masalalu yang sebenarnya? Apakah imajinasi pengarang, mitologi, boleh dikatakan sebuah fakta sebenarnya?

    Saya memahami bahwa catatan bertenaga ini adalah sudut pandang Mas Dhamar.

    Sekiranya kita bisa memandang sejarah seobyektivitas mungkin yang sehalus pasir. banyak catatan sejarah masalalu yang cenderung mengungkap kebenaran namun semata kebenaran pengarangnya.

    Saya sangat menunggu penjabaran, mengapa Raden Purwawisesa dan Dyah Suprabawa merupakan patih Majapahit, bukannya raja sebagaimana yang telah dikabarkan dalam serat pararaton.

    Saya mohon maaf sekiranya keliru. Tetapi saya yakin, Mas Dhamar penulis yang terbuka.

    Terimakasih.

    Salam Budaya.

  13. referensi bnyak diambil dr serat dharmagandul yg msh blm jelas pengarangnya. ada baiknya baca jg ini…

    Tersirat dari serat Darmogandul

  14. Firdausalfatah Says:

    sebelumnya mohon maaf..
    saya memandang sejarah diatas penuh dengan kepentingan dikarenakan seakan-akan Islam yang disalahakan dalam kehancuan majapahit..
    padahal apabila kita pahami bersama sebelum raja Champa mengirimkan putrinya untuk dinikahkan dengan raden Brawijaya, majapahit sudah hancur dikarenakan perang saudara di internal majapahit itu sendiri, disamping itu perang saudara tersbut menimbulkan kekacauan tidak hanya dikerajaan namun masyarakat mendapatkan imbas dari perang saudara tersebut. kekacauan itu sendiri membuat raja Brawijaya menjadi bersedih sehingga putri Champa memberikan masukan kepada Brawijaya untuk mendatangkan Saudaranya agar terjadi ketentraman di masyarakat dengan dakwah Islamnya. dapat kita lihat kerusakan masyarakat atas dampak tidak perhatiannya kerajaan terhadap rakyatnya adalah seperti korupsi di berbagai daerah, adanya tuan tanah, pemerkosaan, perampokan, dsb. oleh karena itu Islam berdakwah untuk membangun masyarakat agar tidak rusak. oleh karena itu terkenal istilah yang dibawakan wali song “mo limo” yang di dalamnya dilarang main, madat, madon, mendem, lan sakpinunggalane.
    raden patah saat itu tidak memerangi brawijaya namun saat itu majapahit sudah jatuh ketangan adipati kediri, hingga akhirnya adipati kediri kalah dengan raden patah. setelah itu brawijaya tidak bisa lagi mengatur majapahit dan diserahkan kepada raden patah, dan brawijaya menetap di tengger dekat dengan gunung bromo. kalo kita melihat tengger masih sangat khan dengan budaya hindunya seperti raden brawijaya.
    sekian..

  15. Jingga shalehah Says:

    Terlihat dengan jelas…….. sudut pandang dlm sejarah ini seakan berusaha menyudutkan Islam. Dalam Alquran dijelaskan bahwa tidak ada paksaan untuk memasuki agama islam. Para wali tidak akan melanggar aturan ini, dari beberapa cerita mereka menyebarkan islam dengan penuh damai. Mungkin ada sesuatu hal lain yang menyebabkan adanya pertumpahan darah. Sebaiknya jangan melebih-lebihkan cerita bila tidak ingin terjadi perpecahan sara……….

  16. kekuasaan yg anda katakan besar msh perlu dipertanyakan baca http://roda2blog.com/2011/03/06/majapahit-hanya-ilusi/
    agama budha n hindu apa bkn dari luar???

  17. Salam Sehat Buat Mas Damar
    Saya sangat sangat senang membaca tulisan njenengan ini, Bermula dari kebiasaan lihat sinetron Sembilan Wali di Indonsiar, saya tiba2 utak atik internet tuk melihat asal muasal Kadipaten Wengker, selalu menarik bila membaca sejarah, dan ini sebagai pintu tuk membaca artikel2 yg lain.
    Terlepas dari kontroversi artikel diatas, setiap peralihan peradaban memang aselalu ada yang dikorbankan, tidak dulu tidak sekarang, setiap ada perubahan pasti akan menimbulkan pertentangan dari pelaku lama dan pelaku baru dalam mempertahankan keyakinan masing2, entah itu perubahan kekuasaan, keyakinan, paham, dll. Tetapi semua itu saya harap jangan menjadi perbedaan antara kita. Kita semua yg saat ini ada, merupakan bagian dari masa lalu yg berhasil mengembangkan diri untuk menyesuaikan dg lingkungan at paham2 yang baru.
    Saya sangat kagum dan takjub, betapa pepunden2 kita dulu benar2 merupakan orang2 besar pada jamannya.
    Saya hanya membayangkan, Sabdo palon dan Noyo Genggong mengikuti anjuran Prabu Brawijaya, mungkin kita ini lebih maju dari Amerika dan Uni Sovyet, mungkin si Malon itu tetap hormat pada bendera Merah Putih dan mungkin juga saya punya istri keturunan Cina. Alangkah indahnya.

  18. sentana dalem Says:

    Tapi kenapa penulis ini ..suka banget menyumpahi bangsanya sendiri..???? dongkol boleh tapi adalah menjadi kewajiban kita utamanya generasi jawa bertutur dengan baik……bertutur kata yang baiklah…jangan menyepelekan yang lain.!!!..kalau mereka tersinggung mereka akan melawanmu…dan engkau bukan siapa-siapa bahkan bukan apa-apa….

  19. Terima kasih atas tulisannya, sangat kentara penulis menyudutkan Islam, padahal jelas2 penulis tidak hidup pada masa itu dan hanya bersandar pada cerita desas-desus zaman dahulu belaka.
    Keruntuhan Majapahit memang sudah tuntutan zaman, membusuk dari dalam dirinya sendiri.
    Saya sendiri merasa beruntung dengan Islamisasi di masa lalu, Alhamdulillah jadi muslim, kejayaan Majapahit biarkanlah jadi sejarah bangsa, tak perlu menyalah2kan pihak lain.

    • Saya juga beragama islam dik wanti….tetapi orang seiman saya ada yang mengebom bali dan tempat2 lain…saya dengan rendah hati mengakui kenyataan ini….sebaiknya kita juga berbesar hati mengakui kesalahan2 ini. saya harap dik wanti berani membuka hati untuk menerimanya.

  20. Trmksh bnyk
    ne benar2 artikel yg brrtti bwt slruh masyarakt Nusntara
    Mohon izin tuk share ke facebook ya mas

  21. kok perang bubat tidak diceritakan di majapahit? apakah itu bukan bagian sejarah juga

  22. artikel yang hebat,,kita harus belajar dari sejarah,,,
    mohon ijin share..

  23. dan saya bangga masih beragama Hindu 🙂

  24. mohon maaf buat semuanya , ambil sisi baik dari artikel ini , bagi saya artikel ini sangatlah bagus , kita tidak perlu mempermasalahkan , dengan apa yang telah tertulis dari artikel ini , contoh kecil saja tentang kembalinya agama Budhi :
    ini jangan diartikan agama budha atau apa , tapi semata-mata bagaimana kita sebagai generasi muda selalu dapat berpikir positif dalam setiap langkah yang akan kita lakukan , sehingga setiap keputusan yang kita ambil tidak akan membuat kita menyesal , jangan sampai kita merugikan diri sendiri dan orang lain .

    menurut saya agama budhi yang dimaksud adalah
    agama = ageman / pakaian
    budhi = keluhuran perbuatan / akhlak
    jadi kita sebagai manusia senantiasa berusaha untuk menjadi pribadi yang baik dan santun yang tidak membedakan antar keyakinan , karena pada dasarnya setiap ajaran dari semua keyakinan kita sesunggunya mengajarkan kebaikan pekerti , atau yang biasa kita dengar dengan ” menyempurnakan akhlak ”

    kita mencontoh keterangan yang telah tertulis di artikel ini , ketika perbedaan itu sudah mulai dianggap sebagai musuh maka kehancuran akan menyertainya , mungkin saat ini gejala itu mulai bisa dilihat juga di negara kita ini ,
    akankah negara kita ini menjadi negara yang ” gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo ” kalau kita sebagai warga negara selalu mempersoalkan keyakinan orang lain .

    akankah ” satrio piningit akan muncul ” kalau kita tidak mau memunculkan satrio piningit itu sendiri . semua dimulai dari diri sendiri ,

    lemah lembut , andhap ashor , tepo sliro , tegas , ati-ati eling lan waspodo dalam pemahaman yang positif .

    Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mengemukakan pandangannya disini. Salam (red)

  25. Bapak Dhamar telah menulis dengan baik, sekalipun bagi saya tulisan ini sangat naratif sebagaimana tulisan naskah drama. Yang sangat penting bagi saya bahwa tulisan ini memenuhi nalar akal sehat. Konflik yang ada dapat 100% persen saya terima kebenarannya menurut akal sehat saya dimana pada setiap konflik kepentingan selalu ada yang memetik buah konflik itu…..dari dulu hingga sekarang dan bahkan pada masa mendatang nanti. Buah konflik yang ada adalah berdiri kekhalifahan islam pertama di pulau jawa… yaitu kerajaan Demak Bintara….yang dipetik oleh kelompok masyarakat islam pada masa itu.

    Militansi islam seperti yang digambarkan dalam tulisan Bapak Dhamar sesuai dengan yang tergambar pada kondisi sekarang ini. Saya tidak perlu memberikan contoh nyata tetapi pembaca pasti bisa memahami dan menerima apa yang saya maksudkan. Pada kondisi saat itu jelas sangat benar sekali yang dituliskan Bapak Dhamar ….. bahwa islam militan tentu saja merasa tidak nyaman apabila mereka harus patuh terhadap pimpinan beragama hindu-budha…….pernyataan ini bisa pembaca uji kebenarannya dengan menanyakan kepada 1000 penduduk arab saudi dengan pertanyaan……. : Bagaimana sikap saudara apabila raja saudara mempunyai keyakinan seperti raja Majapahit?……….
    Kemudian sediakan pilihan jawaban :
    a) saya tetap patuh dan setia.
    b) saya akan kudeta raja saya.
    Pasti pembaca bisa membayangkan perolehan jawabnya.

    Kehidupan masa kecil Raden Patah dan Sunan Giri bisa dikatakan tragis. Raden Patah terusir dari kasih sayang sang ayah ketika ia masih berada dalam kandungan. Sunan Giri bahkan lebih tragis lagi karena ia secara sengaja dicampakkan dari orang-orang yang semestinya memberikan belaian kasih sayang kepadanya semasa kecil. Pembaca… marilah kita berbicara jujur tentang jiwa manusia….tidakkah masa lalu dua orang tokoh ini memberikan bekas pada masa dewasanya? Bekas apa yang tertinggal…..? Mungkin psikolog yang arif bijaksana dapat memberikan jawaban yang semestinya. Bekas yang saya maksudkan sangat memungkinkan mewarnai sikap dua orang tokoh di atas hingga terjadi penyerbuan terhadap kerajaan Majapahit.

    Uraian saya di atas sekali lagi membenarkan tulisan Bapak Dharma berdasarkan nalar berpikir saya. Rangkaian peristiwa yang diungkapkan Bapak Dharma menurut saya tidak mengingkari nalar sehat manusia.

    Ke depan saya sangat berharap bahwa kejadian yang menimpa Majapahit jangan lagi menimpa bangsa ini…..jangan lagi merusak sendi-sendi kehidupan bangsa ini……. Marilah kita hidup dalam kasih sayang…..dalam welas asih…..saling memberikan kebaikan…..saling melakukan kebajikan pada sesama sekalipun dalam perbedaan seperti apapun.

    Janganlah di antara kita ada yang merasa paling kuat ……. sehingga yang lain kita anggap lemah…..dan sehingga sifat buruk kita sebagai manusia menjadikan kita tidak menghargai mereka…..merendahkan mereka…..atau bahkan menginjak-injak mereka…..

    Janganlah diantara kita ada yang merasa paling benar….. sehingga sifat buruk kita sebagai manusia menjadikan kita menganggap mereka salah …walaupun belum tentu mereka salah….dan kita lalu mencemooh mereka….sehingga kita menghakimi mereka….dan sehingga kita menghukum mereka…..walupun pula belum tentu mereka patut kita hukum….
    dan juga belum tentu kita patut untuk melakukan hukuman terhadap mereka …….

    Marilah kita pertebal dan kita perdalam rasa rendah hati kita….jauhkanlah diri kita dari keangkuhan….jauhkanlah diri kita dari sombong dan angkara….sebagaimana Tuhan yang agung telah memberi akal sehat pada kita yang dapat menuntun kita…..agar selalu hidup dalam damai dan rukun senantiasa……. sekalipun kita terpisahkan oleh perbedaan ……. sekalipun kita terpisahkan oleh keaneka ragaman …..

    salam damai….salam kerukunan …..salam persatuan…..

    Tidak ada yang kebetulan, tidak ada yang sia-sia. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk berkomentar disini. Salam (red)

  26. boncel art Says:

    sejarah tetaplah sejarah, tak kan bisa diganggu gugat.jadi membaca artikel ini membutuhkan pemikiran dan hati yg lapang…
    tanpa perlu emosi apalagi marah yg berlebihan, karena sejarah adalah tetap sejarah, merupakan pembelajaran bagi kita semua; yang baik ditiru, yang jelek kita tinggalkan….
    salam damai…
    salam budaya…
    hidup Nusantara…!!

    Betul sekali, tidak perlu hanyut oleh perasaan, ambil yang baik buang yang jelek, serap inspirasinya untuk hal yang lebih baik lagi.. Salam (red)

  27. Pertanyaan saya:
    Ini legenda atau fakta atau malah disisipi opini? Jika fakta sejarah harus sesuai dengan karya ilmiah yang memaparkan sumber-sumber2nya dong.

    Sejarah tanpa bukti, hanyalah mitos belaka, karena hanya berdasarkan sangkaan dan kepentingan tertentu.

    Pemaparannya begitu panjang, seperti sebuah cerita seakan penulis menjadi Tuhan yang hadir pada masa lalu. Bahkan begitu hebatnya sehingga tahu keinginan hati orang yang ada dalam sejarah.

    Bahkan situs populer wikipedia menyebutkan tidak ada sumber yang pasti tentang Majapahit.

    tertulis di wikipedia tentang majapahit.
    Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (‘Kitab Raja-raja’) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

    Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir dan mengemukakan pandangannya disini. Salam (red)

  28. Yg pasti lo pengen bikin cerita yg memojokan islam,dengan tujuan memprovokas org islam benci dengan agama ny.dan w yakin lo udh cukup lama mempelelajari babad tanah jawa,untuk lo pelintirin cerita ny…

    Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk berkomentar disini.. Saya menghargai pendapat Anda, kita sama-sama belajar, jangan ada benci diantara kita.. Salam (red)

  29. Salam sedjati mz eko… Bagus sekali tulisannya.. Air mata sy bbrp kali menetes… Ijin copi utk pribadi mz.. Suwun

    Salam Sedjati Mas Tohir, artikel ini ditulis oleh Mas Damar Sashangka. Tidak perlu hanyut oleh perasaan, ambil yang baik buang yang jelek, serap inspirasinya.. (red)

  30. Sierakilo Says:

    Sudah ketebak, apa maksud penulis dengan segala pandangannya lewat tulisan ini…… masih jauh dari sifat “Menerima”. Seolah-olah manusia ini yang mengukir sekenario alam semesta, Lupa bahwa Alam semesta dan seisinya bukan diciptakan tanpa alasan, Manusia di uji dengan segala dinamika yang dialami dalam hidupnya, tapi jangan Lupa…… ” Kemana Kita semua Kembali “. Sekecil atau sebesar apapun amal perbuatan yang kita lakukan, semua akan ada balasan yang seadil-adilnya, baik amal perbuatan yang baik… maupun amal perbuatan yang buruk. Dan beruntunglah bagi orang-orang yang beriman, jika diuji dengan kekurangan atau kesusahan dia akan bersabar….. dan bila diuji dengan kelebihan dan kemudahan dia akan bersyukur, dan yang paling tinggi derajadnya adalah orang yang paling bertakwa…. Dan Kepada kamilah kalian semua akan kembali… Allah Maha Tahu apa yang kamu nyatakan ataupun yang kamu sembunyikan, Alaah Maha Tahu apa apa yang belum terjadi sama besarnya dengan apa apa yang sudah terjadi, Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu…. dan tidak ada sehelai daunpun yang jatuh dipermukaan bumi ini yang lepas dari kekuasaan Allah…. Dan bertasbih segala apa yang ada di langit dan di bumi….. dan ingatlah suatu ketika Allah menggulung langit semesta ini seperti menggulung selembar kertas sebagai mana permulaan alam semesta ini diciptakan….. Maka sadarlah, Hanya kepada Allahlan semua akan dikembalikan. terima kasih.

    Betul sekali, yang berasal dari Tuhan sudah semestinya kembali ke Tuhan.. Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk mampir dan mengemukakan pandangannya disini. Salam (red)

  31. mohon ijin artikel ini saya copy, semuanya kita kembalikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa…..
    Dipersilahkan.. betul sekali, yang berasal dari Tuhan sudah semestinya kembali ke Tuhan.. Salam (red)

  32. Bumi nusantara sudah ada kebudayaan lebih tua oleh orang2 pribumi jauh sebelum majapahit lahir, kebudayaan antah berantah yang jejak-jejak nya sudah sulit dirangkum menjadi tulisan sejarah, kebudayaan masyarakat lokal yang belum sama sekali tersentuh oleh ideologi dan peradaban Hindu-Budha. YA, Hindu dan Budha adalah juga ideologi asing atau bangsa lain yang mengembara hingga nusantara kita ini, penyebarannya pun tak luput dari peperangan, perebutan dan keserakahan kekuasaan dan seiring berjalannya waktu melahirkan salah satu kerajaan besar di asia tenggara yg diberi nama majapahit.

    Saya kira tak perlu sok “anti ideologi asing” di negeri ini ya.

    Sebenarnya ini adalah hal yang wajar, suatu peradaban berganti dengan peradaban lain, suatu peradaban punah dan menghidupkan peradaban baru, suatu peradaban tertinggal tertimbun peradaban yang lebih maju, suatu peradaban terbelakang tergeser peradaban unggul, suatu peradaban sederhana berubah menjadi peradaban yang lebih kompleks, begitulah cara kerja alam kita.

    Artikel di blog ini hanya bermuara dari peradaban dan era Majapahit, seakan-akan kerajaan ini adalah asal muasal peradaban nusantara yang paling “wow” lalu menyalahkan peradaban setelahnya ataupun melupakan peradaban sebelumnya. Padahal peradaban dan ideologi majapahit yang artikel ini kagumi sudah terlewati dan terbelakang dan tidak dapat survive mengikuti perkembangan zaman, sudah sewajarnya peradaban era yang lebih maju menggantikannya. Dan YA, secara fakta dan jika dibandingkan dengan peradaban islam saat itu baru saja melewati masa jayanya atau Islamic Golden Age, walopun masa jayanya telah berakhir tapi jauh berabad-abad sebelum kerajaan Majapahit lahir peradaban Islam sudah berkontribusi dalam penemuan dan inovasi science, mencakup ilmu hukum, theologi, philosophy(metaphysics, epistemology), matemathics(algebra, geometri, trigonometry, calculus), ilmu alam(metode ilmiah, astronomy, phisics, chemistry, geodesy, biology), ilmu teknik, ilmu kesehatan(hospitals, pharmacies, medicine, surgery) maupun seni dan budaya, itupun belum termasuk ilmu agama islam itu sendiri yang sangat dipercayai oleh pemeluknya bahkan tak sedikit yang fanatisme akut. Pemeluknya sendiri sudah tersebar hingga ke daratan china dan dari sana laksamana cheng ho menjadi penyebar islam di nusantara.

    Walopun demikian peradaban islam di bumi nusantara tidak serta merta selalu berjalan dengan mulus, selain jaraknya berjauhan dengan pusat peradaban (timur tengah), masalah lain saat itu peradaban eropa sedang gencar-gencarnya melancarkan kolonialisme ke berbagai belahan bumi. Dengan datangnya kolonialisme pertama oleh portugis ke nusantara maka menjadi pusat perhatian kolonialisme dari negara lain yaitu Belanda dengan VOC nya serta bantuan dari sesama negara kolonial lain seperti inggris. Jika saat itu majapahit masih berkuasa, tak ada jaminan majapahit dapat mempertahankan diri dari kolonialisme dan imperialisme global. Peradaban islam yang sudah mencapai masa emas dalam bidang ilmu pengetahuan saja dapat berakhir apalagi hanya peradaban majapahit. Sejak itu nusantara dibawah peradaban kolonialisme belanda selama kurang lebih 350 tahun.

    Pada penghujung abad terakhir negara2 eropa sedang bergejolak satu sama lain dan terpecah belah menjadi blok sentral dan blok sekutu, nantinya akan memicu perang dunia pertama, disaat itulah pemuda pemudi muslim nusantara memanfaatkan keadaan untuk kebangkitan nasional pertama kali dan berharap fokus belanda teralihkan sementara pada keadaan eropa, nantinya islam di nusantara akan mendapat dukungan dari Ottoman Empire(kekhalifahan terbesar yg pernah ada), apabila perang dunia pertama terjadi dan dimenangkan oleh blok sentral(german empire, ottoman empire, bulgaria, austria-hongaria), tapi hasil berkata lain, PD1 dimenangkan oleh blok sekutu(ada 32 negara). Mengakibatkan blok sentral terpecah-pecah, termasuk Ottoman Empire terpecah menjadi banyak negara di timur tengah tapi tetap berbasis islam.

    Beberapa tahun berikutnya terjadi gejolak kembali kali ini melibatkan negara-negara di eropa dan benua asia dan puncaknya saat amerika ikut serta dalam konflik yang nantinya melahirkan perang dunia kedua. Sementara itu di nusantara sedang dikuasai oleh Kekaisaran Jepang yang dikenal lebih kejam pemerintahannya daripada saat dikuasai oleh belanda. Perang dunia kedua berlangsung dan terbagi menjadi 2 kubu yaitu Allies(amerika, russia, inggris, tiongkok dll.) dan Axis(german nazi, jepang, italy dll.). Ketika sekutu besar Jepang yaitu German Nazi telah dikalahkan oleh Allies, pemuda pemudi muslim nusantara kembali mempelopori kebangkitan melakukan perlawan lebih gencar kepada jepang untuk kemerdekaan indonesia hingga pada akhirnya kemerdekaan indonesiapun terwujud. Dari berbagai dan gonta-ganti peradaban dan ideologi di bumi nusantara maupun dunia, terbukti islam selalu dapat survive, menjaga diri, menyesuaikan diri dan sadar akan jati dirinya, inilah yang sedang mengalir pada jiwa nusantara.

    Jika memang bersungguh-sungguh dengan tulisan merah diawal artikel ini yang berbunyi:

    “…………..SEBAGAI BAHAN RENUNGAN KITA SEMUA AGAR TIDAK TERULANG LAGI.”

    Sebaiknya mari bersama-sama menjaga peradaban yang sedang berjalan saat ini, detik ini, dengan ikhlas dan bijak mempertahankannya. Salam.

    Terimakasih sudah mau menyempatkan diri untuk berbagi pandangan disini.. Salam (red)

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.